Skip to main content

Sophie dalam Media Sosial

Aku tengah merenung akan "viral"-nya pemblokiran salah satu media sosial, Telegram, dan rencana pemblokiran beberapa media sosial lainnya di Indonesia.

Aku mulai membaca satu per satu tulisan-tulisan, artikel-artikel, opini-opini yang berkembang di mulai dari para akademisi, para aktivis, hingga para tokoh masyarakat dan pejabat-pejabat pemangku kebijakan. Kupahami dengan betul bagaimana pandangan mereka, kusimak dengan seksama perspektif yang mereka sampaikan, kuperhatikan betul bagaimana analisa yang mereka berikan.

Diriku secara pribadi, mungkin bukan hanya aku, bahkan mungkin sebagian besar penduduk Indonesia sangat bergantung dengan media sosial dalam aktivitas hidupnya. Interaksi yang mereka jalin dengan kawan-kawan yang berada di jarak yang jauh untuk dijangkau, update informasi, dan berbagai  hal lainnya yang tentu "memudahkan" kita, manusia dalam berbagai hal.

Setiap hal pastilah memiliki dampak positif dan dampak negatifnya, itu pula yang dialami oleh sahabat manusia "kekinian" ini yang bernama media sosial. Dengan semakin mudahnya berinteraksi jarah jauh, menyebar dan bertukar informasi, dan lain sebagainya, keberadaan media sosial pun juga menimbulkan polemik manakala kebermanfaatannya dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu dengan kepentingan tertentu, misal untuk melakukan mempropagandakan informasi-informasi yang kurang benar (kurang valid) atau biasa kita sebut "HOAX" ataupun untuk melaksanakan agenda-agenda agitasi untuk kepentingan tertentu dengan tujuan yang kurang bisa dibenarkan (dipertanggungjawabkan).

Media sosial sendiri menurutku, jika kita lihat dari frasa pembentuknya maka bisa dipahami sebagai suatu media atau sarana mediasi untuk melakukan interaksi sosial secara luas, tidak hanya pada media secara online saja, namun di zaman yang serba digital ini menyempit menjadi sebuah media interaksi sosial secara online, diawali dengan berdirinya friendster, facebook, twitter, google plus, youtube, blackberry massenger, whatsapp, dan lain sebagainya, ratusan bahkan mungkin ribuan media interaksi sosial online kini telah berkembang.

Keberadaan media sosial (online) sangat didukung oleh perkembangan teknologi dan budaya masyarakat.

Dalam islam sendiri media sosial bisa kita pahami sebagai sebuah kegiatan yang masuk dalam konteks mu'amalah duniawiyah yang mana secara kaidah fiqihnya, maka asal mula hukum segala hal adalah mubah (diperbolehkan), kecuali bilamana kemudian terdapat larangan atau terdapat ketentuan yang membuatnya menjadi haram (tidak diperbolehkan).

Terkait hal itu, maka sejatinya penggunaan media sosial adalah mubah atau diperbolehkan, namun yang perlu diperhatikan adalah bilamana niat dan penggunaannya yang kemudian menimbulkan kemudharatan, memunculkan keresahan, perpecahan, dan hal negatif lainnya bagi ummat maka penggunaan media sosial yang demikian menjadi haram hukumnya.

Yang kumaksud dengan sophie disini bukanlah nama orang, tapi aku sengaja mengadaptasi istilah dari filsafat (philos atau cinta dan sophos atau kebijaksanaan). Yang kumaksudkan disini adalah bagaimana kita kemudian mampu lebih bijaksana dalam ber-media sosial.

Kembali pada isu dan wacana pemerintah terhadap media-media sosial belakangan. Wacana pemblokiran telegram dan rencana pemblokiran terhadap beberapa media sosial lainnya, menurut pemerintah Indonesia ditengarai akibat unggahan terkait terorisme. Namun, apakah langkah pemerintah dengan melakukan pemblokiran telegram (atau kita generalisasi menjadi pemblokiran terhadap media sosial) menjadi suatu solusi yang tepat ? Lantas beralih kemana para client media sosial tersebut dalam melakukan interaksi dan pertukaran akses informasi ? Apakah pemerintah sudah menyiapkan solusi dalam memunculkan pkatform alternatif pengganti media sosial (yang diblokir) tersebut ? Apakah pemerintah bisa menjamin bahwa pemanfaatan negatif media sosial (misal di telegram yang "katanya" untuk belajar menjadi teroris) tidak bisa terjadi di platform media sosial lainnya ? Akupun bertanya-tanya.

Menurut opini pribadiku, hal-hal negatif (secara luas, bukan hanya pada pemanfaatan media sosial) muncul setidaknya karena dua hal. Pertama adalah gagalnya pendidikan karakter atau kepribadian manusianya. Kedua adalah gagalnya pemerintah dalam menangani berbagai permasalahannya sehingga memunculkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dengan kata lain pemerintah tidak mampu mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya, cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dan sila ke-5 pancasila hanya menjadi teks hafalan semata yang tak kunjung terealisasi.

Dengan kualitas pendidikan yang bagus dan didukung oleh seluruh elemen (bukan hanya oleh pihak sekolah) termasuk pihak keluarga dan lingkungan sosial atau masyarakat, maka akan membentuk pribadi yang unggul dan Insya Allah bisa menyikapi berbagai halnya dengan bijak melalui berbagai pertimbangan. Pendidikan yang dimaksudkan disini bukan hanya pada pendidikan ilmu umum atau ke-duniawiyah-an, tapi juga pendidikan yang mendalam dan mengakar terhadap keilmuan agama untuk meningkatkan sisi religiusitas atau spiritual pribadi tersebut.

Sementara disisi lain, pada faktor penyebab yang kedua, maka pemerintah memang sudah seharusnya memikirkan rakyatnya, bukan hanya berpikir bagaimana meraih tampuk kekuasaan (berkuasa), bukan cuma berpikir tentang kans partainya dalam konstalasi politik di negeri ini. Ketika berkuasa, harusnya para penguasa bekerja ekstra untuk memikirkan rakyatnya.

Bahkan dalam sejarah peradaban islam, Khalifah Umar Ibn Abdul 'Aziz mampu mensejahterakan rakyatnya (hingga konon beliau kesulitan hendak menyalurkan zakat kemana) hanya dalam tempo sekitar dua setengah tahun. Bukan bermaksud mengkomparasikan penguasa negeri ini dengan sosok khalifah yang harum namanya tersebut (karena akan jelas terlihat gap perbedaan keduanya yang sangat jauh dan tak berimbang), namun paling tidak bilamana pemerintah lebih serius dalam mengatasi permasalahan yang menimpanya dan lebih memikirkan kesejahteraan rakyatnya dengan sungguh-sungguh, maka kemungkinan penggunaan media sosial sebagai "sarana" agitasi pihak-pihak tertentu dengan tujuan yang kurang bisa dibenarkan akan bisa diredam.

Lebih dari itu, memang perlu upaya-upaya preventif pemerintah dalam kegiatan ber-media sosial, namun menurutku itu semua telah tertuang dalam UU ITE, jadi pemblokiran terhadap media-nya menurutku bukanlah hal yang tepat. Lebih tepatnya adalah bagaimana membentuk pribadi-pribadi (manusia) yang unggul sehingga bisa memfiltrasi upaya-upaya negatif dari pihak-pihak tertentu, bisa menggunakan media sosial dan menyikapi berbagai hal dengan bijaksana, dan itu bergantung pula pada bagaimana pemerintah (penguasa) dalam mendapatkan kepercayaan rakyatnya.

Wallahua'lam Bishawab

Comments

Popular posts from this blog

MEMBUAT LOADING PAGE SAAT MASUK BLOG

selamat dini hari saudara :) setelah lama sekali vakum dari dunia per-bloging-an (haha alay) akhirnya bisa bloging dan berbagi lagi dengan kawan-kawan sekalian nah, kali ini saya akan berbagi tentang caranya "Membuat Loading Page Saat Masuk Blog" nah, kalau lihat judulnya saja, lihat kata-katanya "loading" pastinya sudah tau dengan yang saya maksud. Kalau belum tau, dicoba aja, nanti pasti tau juga, contohnya bisa lihat saat kalian mengakses blog ini dan sedang loading pasti keliatan ada animasi loadingnya :D :P ok, langsung ke TKP saja kawan :) 1. Login Blogger 2. Masuk ke menu Template 3. Pilih Edit HTML 4. cari kode </head> lalu paste kode berikut tepat diatasnya :) <!-- Loading Page Script --> <style type='text/css'> /* add loading image */ body { background:#4B4B4B url( http://fc03.deviantart.net/fs71/f/2013/003/6/9/partart_loading_boredoom_6_by_g2k2007-d5q8zyt.gif ) no-repeat fixed center; } /* hide page div */ #