Skip to main content

Posts

Formalitas Kemerdekaan

Indonesia akan genap berusia 72 tahun pada 17 Agustus 2017 mendatang, tepat di hari Kamis. Seperti biasa, ramai-ramai gegap gempita nan meriah menghinggapi seluruh penduduk Indonesia. Bisa dilihat dari banyak dan meriahnya penyelenggaraan lomba-lomba di RT (Rukun Tetangga), RW (Rukun Warga), perkampungan, desa-desa, hingga sekaliber nasional pun turut memeriahkannya dengan rangkaian pagelaran lomba dan semacamnya. Belum lagi nantinya disambung dengan upacara bendera tepat di tanggal 17 Agustus-nya dan puncak peringatan kemeerdekaannya pula.
Recent posts

Islam Bicara Konteks Sosial?

Riuh gemuruh problematika melanda negeri ini (Indonesia), dari berbagai problematika pelik yg muncul ke permukaan maupun yg "masih" diredam menurutku berakar pada keadilan di negeri ini yg tak kunjung membaik, apalagi sesuai dg narasi yg dicita-citakan. Keadilan dalam berbagai sektornya mungkin masih berada di alam mimpiku. Buruknya keadilan itu merembet ke berbagai hal yg kemudian semakin menyebabkan kegaduhan. Jangankan di kalangan bawah, bahkan para elit dan penguasa negeri pun gaduh tak karuan dalam menerjemahkan keadilan yg tepat di negeri ini. Hampir sekitar dua dekade yg lampau, Amien Rais, mantan Ketua MPR RI pernah menelurkan buah pemikirannya dalam narasi tauhid sosial. Gagasan tauhid sosial tersebut agaknya bisa dipahami sebagai respon terhadap ketimpangan sosial dan buruknya keadilan di Indonesia kala itu. Mungkin pemikiran tersebut (tauhid sosial) sudah cukup jauh dengan era kita sekarang (telah terpisah sekitar dua dekade lamanya), namun menurut sa

Menulis itu Pembiasaan Diri

Aktivitas menulis sudah kita semua alami sejak kecil. Mungkin sejak kita duduk di Taman Kanak-kanak (TK) sedikit-banyak mulai diajarkan menulis, bahkan sebelum itu mungkin kita telah didorong oleh kedua orang tua kita untuk belajar menulis. Berbagai hal yang ada di benak, kita tulis, corat-coret pada segala macam media, bukan cuma di buku, di tembok dan lantai pun banyak terukir tulisan-tulisan masa kecil kita.  Mengarang sebuah tulisan hasil pengalaman ataupun hasil pemikiran kita biasanya sudah diajarkan ketika kita masuk bangku SD, SMP, hingga SMA melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kita diajarkan membuat puisi, pantun, prosa, cerpen, naskah drama, resensi buku, dan sebagainya.  Kita semua sebagai orang Indonesia, faktanya mata pelajaran ini (Bahasa Indonesia) dalam UN (Ujian Nasional) seringkali mendapatkan nilai yang ada di bawah mata pelajaran lainnya. Kita sendiri sebagai orang Indonesia tidak paham betul dengan Bahasa Indonesia. Mungkin sudah barang wajar, bukan menjadi ha

Membangun "Khudi" menjadi Insan Kamil (telaah pemikiran Mohammad Iqbal)

Mohammad Iqbal adalah seorang muslim yg taat, ia dilahirkan dalam keluarga muslim yg taat pula sehingga menjadikan ia pribadi yg tangguh dan menginspirasi, tokoh yg sangat sentral dalam pemikiran dan pergerakan di India (Kala itu Pakistan belum berdiri).  Iqbal, begitulah namanya akrab dibicarakan khalayak, ia banyak melahirkan karya dan pemikiran yg fenomenal, yg bahkan masih sangat relevan dg kondisi kekinian. Salah satu karya fenomenalnya adalah pemikirannya dalam buku "Reconstruction of Religious Thougth in Islam" (Rekonstruksi Pemikiran Religi dalam Islam).  Iqbal juga merupakan seorang tokoh yg komplet, ia adalah seorang filosof, seorang penyair, ideolog, bahkan dia juga adalah seorang politikus.  Ia juga menelurkan gagasannya terkait pribadi (individu) insan kamil (the perfect man) dalam islam melalui pemikiran dan pandangan empirisnya terhadap realita singgungan islam dan sosial-politik di India kala itu.  Dalam pemikirannya terhadap sosok insan kamil, Iqbal menekanka

Sophie dalam Media Sosial

Aku tengah merenung akan "viral"-nya pemblokiran salah satu media sosial, Telegram, dan rencana pemblokiran beberapa media sosial lainnya di Indonesia. Aku mulai membaca satu per satu tulisan-tulisan, artikel-artikel, opini-opini yang berkembang di mulai dari para akademisi, para aktivis, hingga para tokoh masyarakat dan pejabat-pejabat pemangku kebijakan. Kupahami dengan betul bagaimana pandangan mereka, kusimak dengan seksama perspektif yang mereka sampaikan, kuperhatikan betul bagaimana analisa yang mereka berikan. Diriku secara pribadi, mungkin bukan hanya aku, bahkan mungkin sebagian besar penduduk Indonesia sangat bergantung dengan media sosial dalam aktivitas hidupnya. Interaksi yang mereka jalin dengan kawan-kawan yang berada di jarak yang jauh untuk dijangkau, update informasi, dan berbagai  hal lainnya yang tentu "memudahkan" kita, manusia dalam berbagai hal. Setiap hal pastilah memiliki dampak positif dan dampak negatifnya, itu pula yang dialami oleh saha

Momentum untuk Transformasi Diri

Ramadhan kerap dirindukan, ia dianggap sebagai waktu-waktu yang penuh berkah, sangat hebat dibandingkan dengan waktu-waktu lainnya. Ketika Syawal tiba, euforia Idul Fitri melenyapkan euforia Ramadhan, bahkan sebagian justru merasa lega, karena tidak harus berpuasa lagi, tak memerjuangkan qiyamu al-lail lagi, tak harus berzakat lagi, dan sebagainya. Banyak yang sekadar memaknai Ramadhan justru sebagai beban. Ramadhan yang diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman seharusnya bisa dimaknai sebagai titik tolak transformasi diri. Maka, bukan berarti pasca Ramadhan kita beraktifitas layaknya hari-hari biasa, justru harus lebih baik dari ketika Ramadhan. Harusnya dengan berakhirnya Ramadhan maka kita harus bersedih karena banyak kandungan hikmah Ramadhan yang mungkin belum kita raih, sementara kita mungkin tak akan berjumpa lagi dengannya. Maka, makna kemengan di hari yang fitri bukanlah kemenangan karena Ramadhan telah usai, tapi kemenangan karena kita telah menjalankan Ramadhan dengan bai

Bukan untuk Hari Ini, Mungkin Esok atau Lusa

Aku seorang biasa, bahkan mungkin bisa dibilang terbelakang meskipun bukan secara fisik atau mental, tapi secara "ekonomi". Sebagaimana lumrahnya manusia, akupun memiliki beribu bahkan berjuta keinginan dalam hidup yang hanya sementara ini. Itu sangat manusiawi, bukan berarti aku hanya memikirkan duniawi, tapi semua itu saling terkait. Aku terlahir sebagai seorang muslim dan tumbuh dalam keluarga muslim yang cukup taat serta gemar belajar dan mendalami ilmu-ilmu keislaman (agama), biasanya sesuatu yang seperti demikian disebut orang dengan kata kiasan "agamis". Well, apapun, mungkin itu anggapan orang-orang diluar sana, meskipun sebenarnya juga keluargaku masih banyak  mengkaji tentang muatan-muatan, nilai-nilai islam itu sendiri. Aku tumbuh hingga besar dengan berpindah-pindah tempat tinggal (rumah), mulai dari di Kota Pasuruan, Trenggalek, Surabaya, Sidoarjo, Kab. Pasuruan, hingga kembali lagi ke Sidoarjo dan berpindah-pindah di sekitar Sidoarjo saja. Dalam hal pe